Blog

JEJAK KARBON: SUDAH SIAPKAH INDONESIA MENYAMBUT NET ZERO EMISSION?

zero-emission
Semua

JEJAK KARBON: SUDAH SIAPKAH INDONESIA MENYAMBUT NET ZERO EMISSION?

zero-emission

(Sumber: Google image, 2024)

Tantangan baru bagi Indonesia adalah mencapai keadaan Net Zero Emission (NZE) yang ditargetkan pada tahun 2060. Apabila kita melihat kebelakang, tentang Sejarah “Net Zero Emission”, hal ini tentunya tidak terlepas pada Paris Climate Agreement yang dilaksanakan pada tahun 2015.  Persetujuan Paris adalah sebuah traktat internasional tentang mitigasi, adaptasi dan keuangan perubahan iklim dimana mengawal negara-negara untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca untuk membatasi pemanasan global. Muatan dari isi perjanjian tersebut meliputi: membatasai kenaikan suhu global, mengurangi emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, Agenda ini sangat disambut baik oleh negara-negara yang berpartisipasi dalam acara tersebut, termasuk Indonesia.  Menanggapi hal tersebut Indonesia sendiri telah mengajukan rencana jangka pendek dan panjang terkait karbonnya ke United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sebuah forum internasional untuk perubahan iklim, rencana tersbut sering dikenal dengan nama Long-term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR).

Gambar 1. Kesepakatan Perjanjian Paris

(Sumber: Google image, 2024)

Sebelum mengenal lebih jauh mengenai LTS-LCCR sebagai program menuju Net Zero Emission, alangkah lebih baiknya kita ulas kembali menenai Net Zero Emission sendiri dan jejak karbon di Indonesia.  Net Zero Emission atau nol emisi karbon ialah suatu kondisi ketika jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi apa yang diserap bumi. Program NZE mewajibkan para negara industri dan negara maju untuk mencapai nol bersih emisi pada 2060 atau lebih awal dari pada itu.  Sejatinya program internasional ini muncul lantaran keprihatinan terkait fenomena yang tak pernah selesai yaitu “Global Warming” atau Pemanasan Global. Bahkan saat ini telah diprediksi bahwa konsentrasi karbon dioksida telah berada di lapisan atmosfer.  Proses pelepasan gas karbon dioksida tersebut ataupun gas ruumah kaca lainnya ke atmosfer bumi inilah yang dikenal dengan emisi karbon. Akibat terus meningkatnya aktivitas manusia di segala sektor kehidupan, tanpa disadari telah menghasilkan emisi karbon yang disebut juga dengan jejak karbon. Jejak    karbon    dinyatakan dalam satuan ton karbon atau ton karbondioksida ekuivalen. Jejak karbon   adalah   suatu   ukuran   dari aktivitas manusia yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Semakin    banyak    aktivitas    yang dilakukan     oleh     manusia, maka semakin   tinggi   nilai   emisi   yang dihasilkan.  Salah satu jejak karbon yang sering dibicarakam adalah emisi Gas Rumah Kaca sebagai hasil pembakaran bahan bakar fosil yang telah diamati sejak pertengahan abad ke-20 sebagai faktor dominan perubahan iklim yang menjadi pemicu pemanasan global. Berdasarkan data dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) terpantau bahwa konsentrasi CO2 global pada Mei 2022 berada pada angka 418,90 ppm, apabila meninjau kilas balik pada periode 1980-2021 maka telah terjadi laju peningkatan sebesar 2,45 ppm/tahun. Sedangkan konsentrasi gas metana (CH4) menyentuh angka 1909,9 ppb dan nitrogen oksida (N2O) sebesar 335,4 ppb pada April 2022.

nooa

Gambar 2. Kesepakatan Perjanjian Paris

(Sumber: Google image, 2024)

Menanggapi hal ini, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah merumuskan kebijakan Long-term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR).  Program ini diharapkan dapat menjadi jalan bagi suksesnya menuju Net Zero Emission Indonesia. Sebagai program strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim, dokumen LTS-LCCR memberikan gambaran 3 (tiga) skenario untuk mewujudkan pembangunan rendah karbon terhadap dampak perubahan iklim, antara lain:

  1. Komitmen terhadap pengurangan emisi yang tertuang dalam Dokumen NDC (Nationally Determined Contribution). Skenario ini dikenal dengan istilah CPOS, bila skenario ini dijalankan maka peningkatan gas rumah kaca akan tetap menunjukkan peningkatan
  2. Skenario transisi, yang disebut dengan skenario TRNS, dengan skenario ini walaupun akan terjadi penurunan emisi, namun penuruan tersebut tidak cukup untuk mencapai target nol bersih emisi yang direncanakan
  3. Skenario rendah karbon yang kompatibel dengan target-target Persetujuan Paris, yang disebut dengan skenario LCCP.

 Salah satu langkah dalam program LTS-LCCR adalah melalui pengelolaan limbah pada sektor industri, khususnya limbah B3 dan Non-B3. Limbah B3 memiliki sifat berbahaya seperti korosif, reaktif, toksik, atau mudah terbakar, sedangkan limbah non-B3 tidak memiliki sifat tersebut. Pengelolaan terkait Limbah B3 ataupun Non B3 adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan masuknya Limbah ke Wilayah Indonesia

Masuknya Limbah B3 dan Limbah Non-B3 ke Indonesia dibatasi oleh Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sehingga emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berasal dari Limbah luar negeri dapat dibatasi. Limbah B3 telah diatur bahwa dilarang untuk masuk ke wilayah Indonesia sedangkan untuk pengeluaran ke negara lain dapat dilakukan dengan notifikasi ekspor sesuai dengan aturan Basel Convention. Limbah Non-B3 dapat masuk ke dalam wilayah Indonesia dengan catatan bahwa Limbah Non-B3 tersebut digunakan untuk proses produksi dan tidak terkontaminasi Limbah B3.

2. Pengurangan Limbah B3 dan Limbah Non-B3

Kegiatan preventif dalam pengurangan GRK yang dapat dilakukan dari awal yaitu mencegah dan mengurangi timbulnya Limbah B3 dan Limbah Non-B3 yang dihasilkan dari Industri. Pengurangan Limbah B3 dan Limbah Non-B3 dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pemilihan bahan baku dan/atau bahan penolong yang semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku dan/atau bahan penolong yang tidak mengandung B3, modifikasi proses sehingga limbah B3 yang dihasilkan efisien dan menggunakan teknologi ramah lingkungan. Pengurangan dan penerapan teknologi dapat didorong oleh Kementerian Perindustrian dalam melakukan efisiensi proses yang mengoptimalkan penggunaan energi dan ramah lingkungan.

3. Pengelolaan lanjutan Limbah B3 dan Limbah Non-B3

Limbah B3 dan Limbah non-B3 dapat menghasilkan emisi GRK jika dibiarkan tanpa treatment lanjutan dalam jangka waktu yang lama. Jangka waktu pengelolaan lanjutan Limbah B3 telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 paling lama selama 90,180 dan 365 hari dari tanggal dihasilkan limbah tersebut tergantung dari jumlah dan kategori limbah yang dihasilkan. Limbah B3 wajib dilakukan pengelolaan sendiri atau dapat diserahkan ke pihak yang telah memiliki perizinan berusaha dalam pengelolaan Limbah B3. Pengelolaan lanjutan dapat berupa, pemanfaatan sebagai material, pemanfaatan sebagai bahan bakar, pengolahan dan penimbunan. Dalam hal kegiatan pengelolaan limbah B3 (penyimpanan, pemanfaatan, pengolahan, pengangkutan penimbunan, dumping) perlu memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau instansi yang berwenang.

4. Akselerasi Pemanfaatan Limbah B3

Pemanfaatan Limbah B3 merupakan pencegahan timbulnya GRK dari Limbah B3 yang tidak mendapatkan perlakuan khusus. Pemanfaatan Limbah B3 juga dapat mengurangi emisi GRK dari sektor lain seperti energi karena dapat menggantikan energi yang dihasilkan dari batubara. Pemanfaatan Limbah B3 didorong melalui beberapa kebijakan seperti mempermudah pengurusan administrasi pemanfaatan Limbah, membuat nilai tambah dalam penilaian PROPER suatu perusahaan sehingga lebih mendorong industri untuk melakukan pemanfaatan Limbah B3. Dengan tumbuhnya pemanfaatan Limbah B3, Limbah B3 yang tidak dikelola ataupun yang ditimbun akan semakin berkurang. Tata cara dan Persyaratan Pemanfaatan Limbah B3 telah diatur secara lengkap pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

5. Pemerataan Jasa Pengelolaan Limbah B3

Tersedianya jasa pengelolaan Limbah B3 membantu dalam melakukan pengelolaan Limbah yang dihasilkan dari Industri. Penyederhanaan birokrasi dan investasi dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup diharapkan dapat mendorong investasi dalam jasa pengelolaan Limbah B3 khususnya untuk daerah yang belum memiliki jasa pengelolaan Limbah B3. Pemerataan Jasa Pengelolaan Limbah B3 mengurangi emisi GRK terutama dari transportasi jika jarak yang ditempuh cukup jauh. Pembangunan Fasilitas Pengelolaan Limbah B3 dibantu oleh program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupa Pembangunan Fasilitas Insinerator untuk limbah Fasyankes di 33 Lokasi dan Pembangunan Fasilitas Pengelolaan Limbah B3 Terpadu dengan sistem Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

6. Kegiatan Penilaian Kinerja Lingkungan (PROPER)

Pengelolaan Limbah B3 dari Industri yang memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan yang salah satunya emisi GRK wajib untuk mengikuti penilaian kinerja yang secara rutin dilakukan tiap tahunnya. Kewajiban penilaian ini merupakan cara preventif agar Industri melakukan Pengelolaan Limbah B3 secara benar dan efektif sekaligus mendorong Industri melakukan tindakan-tindakan mitigasi emisi GRK dari sumbernya. Pengurangan emisi GRK dan Life Cycle Assessment (LCA) telah dimasukkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.

7. Peningkatan Database Sektor Limbah Industri Padat

Limbah Padat Industri terutama Limbah B3 telah memiliki database yang lengkap sejak tahun 2016 dan dapat digunakan secara cepat dan tepat. Database Sektor Limbah B3 telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.87/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 tentang Sistem Pelaporan Elektronik Perizinan Bidang Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan. Penguatan dan pengembangan database untuk LImbah Non-B3 dapat digunakan sebagai dasar perhitungan lebih lanjut untuk emisi GRK.

Melalui pelaksanaan rencana-rencama tersebut diharapkan, Indonesia benar-benar mencapai target nol bersih emisi atau NZE yang telah disepakati. Apabila digambarkan, ketika Indonesia telah sukses menjalankan program ini maka Indonesia dapat menyeimbangkan jumlah emisi GRK yang dihasilkan dalam satu tahun dengan jumlah emisi GRK yang diserap, di semua sektor baik industri maupun lainnya. Harapan suksesnya implementasi ini akan selaras juga dengan tujuan negara Indonesia yang diamanatkan pada alinea ke-4 Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yakni, “melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumpah darah Indonesia”. Hal tersebut dapat terjadi ketika NZE tercapai dan terwujudnya lingkungan hidup yang sehat sebagai pendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Terciptanya lingkungan yang layak dan memberikan dampak baik bagi tubuh, baik manusia serta juga tumbuhan ataupun hewan.  Apabila kita secara tersadar menciptakan lingkungan yang layak untuk kehidupan bermasyarakat serta menciptakan kesejahteraan sosial.

Bagi sobat Grins yang ingin mencari tahu mengenai informasi lingkungan lainnya ataupun mendapat pengetahuan dan penambahan skill terkait pengelolaan lingkungan dapat mengunjungi www.grins.id untuk update informasi lainnya.

Referensi:

Admaja, W. K., Nasirudin, N., & Sriwinarno, H. 2018. Identifikasi dan analisis Jejak Karbon (Carbon Footprint) dari Penggunaan Listrik di Institut Teknologi YogyakartaJurnal Rekayasa Lingkungan18(2).

Aprilianto, R. A., & Ariefianto, R. M. (2021). Peluang dan Tantangan Menuju Net Zero Emission (NZE) menggunakan Variable Renewable Energy (VRE) pada sistem ketenagalistrikan di Indonesia. J. Paradig, 2(2), 1-13.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diakses 30 Oktober 2024 dari https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6836/enhanced-ndc-komitmen-indonesia-untuk-makin-berkontribusi-dalam-menjaga-suhu-global

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diakses 30 Oktober 2024 dari https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/298

Parimita, H., & Najicha, F. U. 2023. Kebijakan Sustainable Forest Management Sebagai Bagian Indonesia’s Folu Net Sink 2030. Simbur Cahaya, 30(1), 45-65.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Rencana Operasional Indonesia Zero Waste Emission 2050 diakses 30 Oktober 2024 dari https://www.scribd.com/document/753542553/Zero-Waste-Zero-Emissions-Indonesia-2050

Zahira, N. P., & Fadillah, D. P. (2022). Pemerintah Indonesia Menuju Target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 dengan Variable Renewable Energy (VRE) di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial, 2(2), 114-119.

 

Leave your thought here

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Select the fields to be shown. Others will be hidden. Drag and drop to rearrange the order.
  • Image
  • SKU
  • Rating
  • Price
  • Stock
  • Availability
  • Add to cart
  • Description
  • Content
  • Weight
  • Dimensions
  • Additional information
Click outside to hide the comparison bar
Compare