RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENUNJANG KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
April 5, 2024 2024-07-01 15:19RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENUNJANG KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENUNJANG KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup serius untuk diatasi. Dampak pertumbuhan penduduk yang pesat membuat wilayah-wilayah perkotaan semakin padat. Selain itu permasalahan lainnya di perkotaan adalah banyaknya permukiman padat penduduk/permukiman kumuh yang seringkali tergambar di beberapa sudut perkotaan bahkan tak jarang dijumpai di tengah kota itu sendiri. Menurut Budiharjo (1991), masalah permukiman manusia merupakan masalah yang pelik, karena begitu banyaknya faktor-faktor yang saling berkaitan tumpang tindih di dalamnya. Permukiman sebagai wadah kehidupan manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja, tetapi juga aspek-aspek sosial, ekonomi, dan budaya dari para penghuninya.
Perkembangan fisik suatu kota sangat dipengaruhi oleh urbanisasi. Perkembangan urbanisasi di Indonesia dapat dilihat dari 3 (tiga aspek, yaitu jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan, sebaran penduduk yang tidak merata dan laju urbanisasi yang tinggi (Ermawi, 2010). Laju urbanisasi yang tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk di perkotaan yang mendorong naiknya permintaan akan lahan permukiman dan industri yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non-hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Selain mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan, kurangnya ruang terbuka hijau menyebabkan beberapa dampak dibidang sosial seperti meningkatnya angka kriminalitas dan krisis sosial, menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress (Harahap, 2015).
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam bentuk ruang publik maupun privat memiliki peran yang penting bagi kehidupan manusia. RTH berperan penting dalam pembangunan kota berkelanjutan dan ekologi kota yang mampu memberi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan (Yunianto, 2015). Menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau, ruang terbuka hijau yang harus disediakan minimal sebesar 30% dari luas wilayah kota atau kawasan perkotaan dimana proporsi minimal 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Ketersediaan ruang terbuka hijau pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya manfaat yang diperoleh dari keberadaan RTH tersebut.
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) diperkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. RTH perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai genangan retensi (Dwiyanto, 2009).
RTH memiliki fungsi antara lain sebagai berikut:
- Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
- Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sisitem sirkulasi udara (paru-paru kota) atau sebagai penghasil oksigen;
- Mengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;
- Sebagai peneduh;
- Produsen oksigen;
- Penyerap air hujan;
- Penyedia habitat satwa;
- Penyerap polutan media udara, air dan tanah;
- Penahan angin; dan/atau
- Peredam kebisingan.
- Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
- Fungsi resapan air:
- Area penyedia resapan air;
- Area penyedia pengisian air tanah; dan/atau
- Pengendali banjir.
- Fungsi ekonomi:
- Pemberi jaminan peningkatan nilai tanah;
- Pemberi nilai tambah lingkungan kota; dan/atau
- Penyedia ruang produksi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan/atau wisata alam.
- Fungsi ekonomi:
- Pemberi jaminan peningkatan nilai tanah;
- Pemberi nilai tambah lingkungan kota; dan/atau
- Penyedia ruang produksi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan/atau wisata alam.
- Fungsi sosial budaya:
- Pemertahanan aspek historis;
- Penyedia ruang interaksi masyarakat;
- Penyedia ruang kegiatan rekreasi dan olahraga;
- Penyedia uang ekspresi budaya;
- Penyedia ruang kreativitas dan produktivitas;
- Penyedia ruang dan objek Pendidikan, penelitian, dan pelatihan; dan/atau
- Penyedia ruang pendukung kesehatan.
- Merupakan media komunikasi warga kota;
- Fungsi estetika:
- Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun makro: lanskep kota secara keseluruhan;
- Menstimulasi kreatifitas dan produktifitas warga kota;
- Pembentuk identitas elemen kota; dan/ayau;
- Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
- Fungsi penanggulangan bencana:
- Pengurang risiko bencana;
- Penyedia ruang evakuasi bencana; dan/atau
- Penyedia ruang pemulihan pascabencana.
Untuk mengoptimalkan fungsi ruang terbuka hijau, penyediaan RTH sebaiknya dilakukan secara berhirarkis dan terpadu dengan sistem struktur ruang yang ada di perkotaan. Beberapa kota di Indonesia yang menyediakan ruang publik yang juga berfungsi sebagai RTH antara lain:
- Tebet Eco Park
Tebet Eco Park (TEP) merupakan taman kota yang didedikasikan untuk masyarakat dan lingkungan. Terletak di Jakarta Selatan dengan area seluas 7,3 hektar. Setiap zona TEP dirancang untuk mengambil peran penting dalam keberlangsungan lingkungan dan interaksi sosial, mulai dari menjaga kualitas alamiah lingkungan hingga meningkatkan kualitas hidup pengunjung dan masyarakat sekitarnya. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan di TEP antara lain yaitu piknik, taman bermain anak, jogging track, berjalan di area Wetland Boardwalk, dan aktivitas santai dengan menikmati indah dan asrinya tanaman dan pepohonan.
- Taman Flora, Surabaya
Taman Flora ini memiliki luas sebesar ± 2,4 hektar. Tidak hanya asri dan rindang, taman ini memiliki berbagai jenis tanaman dan pohon, selain itu terdapat juga beberapa kendang fauna seperti kendang rusa tutul, rusa bawean, beberapa jenis spesies burung dengan sangkar raksasa dan juga kolam ikan yang dilengkapi dengan air mancur. Taman ini juga dilengkapi dengan permainan anak-anak seperti papan seluncur, ayunan, jungkat-jungkit dan juga terdapat area outbound untuk anak.
- Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda yang merupakan Tahura pertama di Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1985. Tahura Ir. H. Djuanda memiliki luas ± 590 hektar yang merupakan kawasan konservasi yang terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman dengan jenis Pinus, Kaliandra, Bambu dan berbagai jenis tumbuhan bawah seperti tumbuhan Teklan. Selain hutan alaminya dan untuk berolah-raga lintas alam, di Tahura Djuanda juga terdapat objek wisata lainnya antara lain Gua Belanda, Gua Jepang, Tebing Keraton, Curug Omas, dan Curug Dago.
- Taman Bung Karno, Bali
Taman Bung Karno merupakan taman kota dengan luas sebesar 2,20 hektar yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali. Pengembangan Taman Bung Karno menjadi taman tematik dengan mengusung tema sejarah dan ekolologi berbasis budaya. Konsep taman ini adalah sebagai tempat rekreasi sekaligus berfungsi taman sejarah dan ekologi berbasis pada tanaman untuk kebutuhan ’banten’ yang menjadi budaya masyarakat Bali. Taman Bung Karno memiliki beberapa fasilitas rekreasi berupa air mancur mendari dan berbagai jenis tanaman rindang yang berfungsi ekologis, selain itu juga terdapat fasilitas olahraga berupa jogging track. Taman Bung Karno juga dilengkapi dengan fasilitas sosialisasi berupa bangku-bangku taman da panggung pertunjukan.
Referensi:
- Budihardjo E. 1997. Tata Ruang Perkotaan. Penerbit Alumni, Bandung
- Harahap, Tuti Khairani. 2015. Ethics Green Open Space Public Service by Government Pekanbaru City. University of Riau. Pekanbaru: Procedia- Social and Behavior Sciences 211 (2015) 945-952.
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. 2022. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
- Marmi. 2016. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Surabaya Sebagai Wahana Peningkatan Kemampuan Dasar Sistematik Timbuhan. INOVASI, Volume XVIII, Nomor 1, Januari 2016 (74)
- Yunianto, Antonius Dwi. 2015. Analisis dan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau dalam Mendukung Green City Kota Ungaran Kabupaten Semarang (tesis). Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
- Admin Balitbang. Taman Bung Karno Singaraja. Diakses 4 April 2024 dari https://balitbang.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/63-taman-bung-karno-singaraja
- Website Tebet Eco Park. Diakses 4 April 2024 dari https://tebetecopark.id
- Website Tahura Bandung. Diakses 4 April 2024 dari https://tahurabandung.com
Search
Categories
Latest Posts
PENGARUH PELATIHAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN
November 12, 2024JEJAK KARBON: SUDAH SIAPKAH INDONESIA MENYAMBUT NET ZERO EMISSION?
November 6, 2024Popular Tags